CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Rabu, 17 September 2008

FIT AND PROPER TEST UNTUK CALEG


Bambang Udoyono


Jagad politik Indonesia kembali heboh dengan ulah partai politik menunjuk para artis dan kerabat tokoh partai menjadi calon legislatif pada pemilu 2009. PAN menyiapkan 33 artis. Di antaranya Eko Patrio untuk Nganjuk, Ikang Fawzi untuk Banten, Tito Soemarsono untuk Purwakarta, Wanda Hamidah dan bahkan Mandra untuk Jakarta. PPP menyiapkan sepuluh artis seperti Mat Solar, Evie Tamala, dan Akri Patrio. Partai Golkar memakai Tantowi Yahya untuk Sumatra Selatan, Jeremi Thomas untuk Riau, dan Nurul Arifin di Karawang.
Ketua PAN Sutrisno Bachir beralasan partainya mengajak artis untuk perubahan. Entah apa yang ingin dia rubah. Katanya lagi, PAN akan memberi kursus kilat menjadi legislator. Kursus lama saja belum tentu membuat mereka menguasai masalah apalagi kursus kilat. Sekjen PPP beralasan artis akan mendongkrak perolehan suara. Katanya PPP tidak sembarangan memilih artis. Mereka yang dicalonkan adalah yang bereputasi baik dan berkeluarga harmonis demi menjaga citra partai Islam.
Selain artis kerabat dekat tokoh partai juga ramai ramai mencalonkan atau dicalonkan jadi anggota legislatif 2009. Di PDIP ada Puan Maharani, putri Megawati dan Puti Pramthana putri Guntur Sukarnoputra. Bahkan PAN yang mengaku partai reformis ada Ahmad Hafiz Thohir, adik Hatta rajasa, Ahmad Mumtaz, anak Amin Rais dan Ikrar putra A.M Fatwa. Di partai Golkar ada Dave Akbar Laksono, putra Agung Laksono. Di partai Demokrat ada Edhie Baskoro Yudhoyono, putra Presiden SBY. Di PPP ada Agus Haz, putra Hamzah Haz, Hilman Ismail, putra Buya Ismail Hasan Metareum, dan Kartika Yudisil, putra Surya Darma Ali. Tentu saja mereka punya pertimbangan sendiri atas tindakan itu.
Apapun dalih mereka, kejadian ini menimbulkan reaksi publik. Direktur eksekutif Center for electoral Reform Hadar N Gumay seperti dikutip Koran Tempo mengatakan anggota parlemen perlu memiliki keahlian khusus, sehingga kalau diisi oleh orang yang tidak pas akan membuat parlemen melempem. Pendapat senada dikatakan oleh Cipta Lesmana. Dalam sebuah wawancara televisi dia meragukan kemampuan mereka bekerja dengan baik. Koran Tempo dalam editorialnya tanggal 14 Agustus juga meragukan pola rekrutmen yang serampangan ini akan mempengaruhi kualitas anggota DPR.
Dari tabrakan argumen dan kepentingan antara parpol dan publik itu timbullah pertanyaan berikut. Apakah artis dan kerabat dekat tokoh partai tidak boleh mencalonkan sebagai caleg ? Bukankah sikap ini diskriminatif ? Apakah mereka semua tidak mampu ? Untuk menjawab semua keraguan dan pertanyaan publik itu maka sebaiknya diselenggarakan fit and proper test untuk semua caleg di semua level, dari DPRD sampai DPR. Ujian ini sebaiknya diselenggarakan oleh berbagai unsur masyarakat seperti perguruan tinggi dengan melibatkan tidak saja pengajarnya tapi juga mahasiswanya. Selain itu juga pers, LSM, KPU dan lain lain. Ujian sebaiknya meliputi ujian tertulis dalam bidang hukum, ekonomi, bahasa Inggris dan politik dan mungkin bidang lain. Selain itu ditambah dengan ujian lisan berupa debat di perguruan tinggi dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat tadi. Ujian ini harus dilaksanakan dengan obyektif dan transparan. Hanya mereka yang luluslah yang boleh menjadi caleg. Mereka yang tidak lulus, siapapun dia, harus tidak boleh menjadi caleg.
Inilah satu satunya cara untuk mengetahui kualitas seseorang. Inilah cara terbaik untuk mendapatkan pola rekrutmen yang menghasilkan caleg yang berkualitas tinggi. Tanpa melewati cara ini maka pola rekrutmen akan bisa diakali oleh petinggi partai demi kepentingan sempit sekelompok elit. Sedangkan hakekatnya lembaga legislatif itu bukanlah milik elit partai tapi milik publik, milik semua orang. Dengan demikian publik berhak dilibatkan atau melibatkan diri dalam proses rekrutmennya. Lagipula untuk mendapatkan posisi kunci seperti Panglima TNI, D4ubes, Kapolri, Ketua KPK, Ketua MA dan lain lain mereka harus melewati fit and proper test, kenapa caleg tidak ? Untuk mendapatkan pekerjaan yang bukan di posisi kuncipun orang harus diuji dulu, kenapa caleg tidak ? Bahkan sebelum bekerja untuk menjadi mahasiswapun orang harus diuji dulu, kenapa caleg tidak ? Jadi tunggu apa lagi ?
*

0 komentar: